Agar Lebih Resilien Terhadap Burnout
Ada banyak perspektif tentang burnout, mungkin kamu pernah mendengar juga, bahwa setidaknya ada 3 penyebab umum burnout, yaitu:
- Miss-alignment (gak sesuai yang dikerjain dengan yang kita senangi)
- Depletion (kurang istirahat, sehingga capek mental dan fisik)
- Overload (terlalu banyak ngerjain hal dalam waktu bersamaan)
Burnout adalah kondisi di mana kita tidak memiliki keinginan untuk melakukan apapun, bahkan hal-hal yang tadinya kita sangat senang melakukannya, termasuk hobi dan pekerjaan. Otak kita tahu bahwa kita perlu melakukan ABCD, tapi pikiran seperti tidak mampu untuk fokus mengerjakannya, semangat pun gak ada, motivasi menguap.
Mirip dengan depresi ya, namun kalau depresi lebih ke overal aspek di hidup kita, burnout lebih pada aspek pekerjaan dan tugas, sementara aspek hidup lainnya masih normal.
Dalam perspektif saya, penyebab burnout adalah perasaan always-on, tidak bisa istirahat, bahkan merasa bersalah ketika kita ingin break sejenak, sedang istirahat pun pikiran terus memikirkan hal-hal yang menurut kita perlu dikerjakan.
Padahal tanpa sadar, tubuh kita, otak kita perlu istirahat dan menuntut istirahat.
Sehingga akhirnya, otak kita tidak mampu lagi untuk fokus, tidak mampu lagi berpikir jernih, namun kita masih terus merasa bersalah, dan bahkan semakin merasa bersalah karena merasa kenapa kita sulit untuk terus on?
Perasaan always-on ini juga tidak lepas bagi orang yang mengalami impostor syndrome, sehingga mereka lebih rentan untuk overthinking dan over preparing sesuatu.
Dan kalau ditelusuri lebih lanjut lagi ada beberapa penyebab perasaan always-on tersebut, yang tidak lepas dari 3 penyebab umum saya sebutkan di atas: miss-alignment, depletion dan overload.
Jika di breakdown lebih dalam lagi, apa penyebab dari miss-alignment? apa penyebab dari depletion? dan apa penyebab dari overload?
Begini:
- Miss-alignment
- Bisa disebabkan karena kamu mempercayai bahwa kerja harus “follow your passion”
- Depletion
- Unrealistic self expectation: Ekspektasi tidak realistis dari dan untuk diri sendiri
- Unrealistic external expectation: Ekspektasi tidak realistis dari eksternal (workplace, lingkungan keluarga, dsb)
- Overload
- Jugling too many thing at the same time.
- Can’t not prioritize what’s the most important right now
Miss-alignment adalah adanya ketidaksesuaian antara hal yang kamu kerjakan dengan yang kamu sukai. Hal ini akan semakin parah jika selama ini kamu menganut kepercayaan bahwa untuk sukses orang harus follow passion.
Sehingga ketika kamu mulai mendapati bahwa pekerjaan yang kamu lakukan tidak sesuai dengan passion maka alam bawah sadarmu menolak.
Pernah gak, kamu merasa sangat energik dan seperti tidak pernah lelah saat mengerjakan projek yang kamu anggap sebagai passion, tetapi ketika mengerjakan pekerjaan klien kamu merasa cepat lelah?
Kalau pernah, ya itulah miss-alignment.
Hal yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi miss-alignment burnout adalah dengan mengubah kepercayaanmu dari follow your passion ke follow your contribution.
Bagi sebagian orang gak gampang, apalagi jika sudah dari dulu menganut kepercayaan bahwa passion adalah pondasi utama agar bisa sukses. Saya tidak bilang passion gak penting untuk sukses, nyatanya passion adalah memang yang selama ini membuat orang memiliki energi berlebih dan gak gampang menyerah.
Tetapi, let’s be real, untuk mencapai tujuan yang kita inginkan, terkadang kita tidak bisa terus-terusan mengerjakan hal yang merupakan passion kita, apalagi jika kita belum memiliki kemampuan untuk mendelegasikan tugas ke orang lain.
Belum lagi ketika sudah beberapa tahun, misalnya lebih dari 10 tahun, sangat mungkin passion kita berubah, dan ini juga yang pernah saya alami, bahkan saya tidak pernah mengira bahwa hal ini bisa terjadi.
Maka satu hal yang perlu kamu coba tanamkan dan terapkan adalah, bodo amat dengan passion, sekarang saya adalah profesional, dan profesional lebih peduli dan termotivasi oleh kontribusi apa yang bisa dia berikan, bukan sekadar mengerjakan yang menurutnya menyenangkan.
Ada masa, di mana saya merupakan penganut follow your passion garis keras, apalagi it serves me well untuk beberapa tahun, sampai di suatu titik ketika saya mengalami miss-alignment, begini ceritanya:
Pada saat itu, passion saya berubah, dari yang tadinya technical software engineering, saya semakin cinta dengan product building agar bisa profit dari produk sendiri. Nyatanya product building sampai bisa profit dengan angka yang menurut kita cukup, itu tidak mudah.
Akhirnya, karena tuntutan tanggung jawab, saya harus stop dulu product building saya, dan saya memutuskan untuk mencoba kerja remote internasional.
Saya mendapatkan gaji fantastis, sangat fantastis, hampir menyentuh 3 digit di tahun pertama saya, dan di tahun kedua mencapai 3 digit.
Namun tidak berselang lama, mungkin sekitar 6 bulan, saya mulai terserang burnout. Padahal kalau dipikir-pikir, udah gaji tinggi, kerja dari rumah, apalagi coba yang dicari? Itu semua karena miss-alignment, saya tidak merasa happy, tidak terpuaskan, dan saya masih merasa bahwa saya bisa mendapatkan profit yang setara atau lebih tinggi dari product building tanpa perlu pressure tambahan dari klien.
Hal itu menggangu saya, pikiran saya selalu memikirkan product building milik sendiri, meskipun sedang bekerja untuk klien.
Ditambah selalu ada perasaan impostor syndrome, karena betul-betul perubahaan drastis sekali, dari yang tadinya PNS dengan culture yang beda 180 derajat, lalu harus bekerja di lingkungan internasional dengan segala dinamikanya, hal itu membuat saya selalu over thinking dan over preparing, sehingga tidak bisa menikmati waktu istirahat dan berujung pada depletion.
Pada periode tersebut, saya mengalami burnout dari 3 aspek sekaligus, miss-alignment, depletion dan overload.
Overload karena saya masih tetap memaksakan untuk product building juga ketika menangani klien secara full-time. Sehingga lengkaplah sudah 3 alasan burnout ada di saya semua.
Recovery
Saya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk recover dari major burnout, dan bahkan saat saya menulis ini pun, bisa dibilang saya baru banget bangkit dari burnout yang sangat panjang.
Enam bulan pertama burnout saya gak bisa kerja sama sekali, hanya satu jam per hari saya mampu fokus di depan komputer, itu pun berat banget rasanya.
Tahun berikutnya saya mulai bisa bekerja dan kembali product building dengan membuat https://bisakerjaremote.com/mindfulday/welcome (opens in a new tab) namun masih diambang burnout, dan masih sering burnout ringan.
Bahkan sebetulnya saya membuat MindfulDay tersebut, salah satunya ya untuk melawan burnout. Karena dengan menggunakan MindfulDay saya akan menerapkan teknik Pomodoro, di mana saya harus disiplin fokus dan break setiap akhir sesi.
Titik Balik
1. Kembali pada Allah
Kalau kita perhatikan, penyebab burnout miss-alignment, depletion dan overload yang kita bahas di atas, semuanya bermuara dari pikiran / mindset.
Misalnya, miss-alignment instead of menerima apa yang Allah berikan kepada saya berupa skill dan kontribusi maksimal saat bekerja remote, saya malah berekspektasi bahwa saya bisa kok dapat income yang sama dari product building.
Selanjutnya, depletion, terjadi karena saya merasa anxiety, overthinking, sehingga selalu overpreparing yang akhirnya memakan banyak waktu, energi dan pikiran, bahkan saya sampai sering terbangun pukul 01:00 saat awal menangani klien US karena merasa pekerjaan belum cukup baik.
Padahal semua itu bisa dikomunikasikan dengan baik, tanpa harus mengorbankan kesehatan mental kita. Dan kalau kita ingat bahwa yang penting kita sudah melakukan yang terbaik yang kita lakukan, dan serahkan hasilnya semuana ke Allah azza wa jalla (tawakkal), sebetulnya saya tidak perlu mengalami anxiety dan overhinking.
Termasuk overload pun disebabkan karena saya tidak sabar, dan ingin mengerjakan semuanya, sekarang juga.
Padahal kalau kita ingat bahwa rezeki kita sudah ditetapkan, mau kita bekerja sekeras apapun atau secukupnya, Allah lah yang menjamin rezeki kita.
Intinya dengan kembali mengingat Allah, saya bisa mulai terlepas dari pikiran-pikiran yang menyebabkan burnout. Saya bisa mulai kembali menemukan ketenangan.
Dan ini penting sekali, karena ketenangan adalah sumber produktivitas dan pekerjaan yang berkualitas.
2. Enjoy The Process
Setelah mendapatkan ketenangan hati dan composure, maka saya mulai mampu berpikir jernih. Mulai memisahkan antara proses dan ekspektasi.
Pada saat menentukan apa yang perlu saya kerjakan, tentu saya akan realistis dan melihat kesesuaian dengan ekspetasi yang diharapkan. Tidak mungkin kan kita ingin ke Jakarta dari Cirebon, tapi malah pesan tiket kereta ke Surabaya, gak nyambung antara tujuan dan usaha.
Maka tetap perlu ada kesesuaian antara rencana dan tujuan. Namun saat rencana sudah ditentukan, saya lepaskan semua ekspektasi.
Saya tidak akan berekspektasi, kapan saya akan sampai, seberapa cepat, seberapa banyak, karena saat eksekusi yang saya fokuskan adalah bagaimana saya fokus untuk menikmati proses nya. Trust the process, yang penting bagaimana kita mampu dengan tenang menyelesaikan setiap tugas satu per satu, lama-lama kita akan sampai.
Hal itu membuat kita terlepas dari depletion burnout. Kita tidak lagi overthinking. Yang penting kita lakukan terbaik yang kita bisa, rajin evaluasi dan adaptasi. That’s it.
3. Follow Your Contribution
Seperti yang tadi saya singgung, follow your contribution instead of passion. Kalau dibahasakan dengan istilah lain, akan saya bilang prinsip ini sebagai tanggung jawab. Prioritaskan tanggung jawab kita, gak peduli itu passion atau tidak, enjoy saja saat kita mengerjakan yang menjadi tanggung jawab kita.
Dengan begitu kita akan lebih terhindar dari miss-alignment burnout. Karena tidak lagi berkespektasi bahwa kita seharusnya ngerjain passion kita, namun lebih ke tanggung jawab.
Final words
Burnout tidak lepas dari 3 penyebab utama yaitu miss-alignment, depletion dan overload. Namun apa penyebab ketiga hal tersebut? Bisa berbeda-beda untuk masing-masing orang.
Di tulisan ini, saya bercerita dari perspektif yang saya alami. Kamu bisa mengambil pelajaran jika memiliki kemiripan permasalahan.
Namun bisa saja orang lain memiliki sumber yang berbeda, maka yang harus kamu lakukan adalah merenungkan, kira-kira apa deeper problem nya yang membuatmu bisa terkena burnout?
Dari situ kamu bisa pikirkan langkah-langkah untuk mengatasi setiap problem yang kamu miliki.
Burnout bukanlah kondisi yang menyenangkan, burnout bisa menghabiskan banyak waktu dan potensimu.
Semoga kamu bisa tetap produktif tanpa harus mengalami major burnout seperti saya.